CINTAKU DARI HALTE TURUN DI TERMINAL
‘Kring…Kring…Kring….’, suara jam alarm Naya terus berdering. Tapi Naya tak kunjung membuka matanya. Gadis 17 tahun itu masih menutup kelopak matanya dalam buaian mimpi.
“Naya…Nay, Kok belum bangun nak, udah setengah tujuh ni!”, panggil mama Naya dari depan kamar, tapi Naya tak juga membuka matanya. “Naya…!!!”, Mama Naya mulai berteriak jengkel pada Naya seraya membuka pintu kamar Naya yang tidak terkunci itu.
“Ya ampun mama nih apa-apaan sih, emangnya ini jam berapa, sampai mama teriak-teriak gitu?”, Naya menjawab mamanya dengan mata masih setengah tertutup.
“Naya, ini udah setengah tujuh!”, mama Naya menegaskan.
“Hah, yang bener ma?”, Naya langsung bangkit dari tempat tidurnya dan berlari ke kamar mandi, sementara mama Naya masih menggerutu sambil menceramahi Naya yang entah mendengarkan atau tidak itu.
Pukul tujuh tepat Naya sudah Siap, secepat kilat Naya langsung berlari keluar kamarnya.
“Naya, sarapan dulu!”, seru mama Naya melihat Naya keluar pintu tanpa menuju meja makan.
“Nggak ma, Naya udah kesiangan, Da…ma Naya berangkat!”, Naya langsung berlari menuju Halte Bis.
“Ih, mana sih busnya, kok lama banget, padahal gue kan anak baru, masa mau telat sih, aduh mau di taruh mana mukaku ini?”, gerutu Naya seorang diri sambil sesekali melirik jam tangannya. Sampai akhirnya sebuah bus yang cukup penuh sesak berhenti di depannya.
“Ayo dhek ini bis terakhir!”, ucap kondektur bus itu seraya turun mendekati Naya.
“Aduh mas, mana bisa guenaik, bis nya aja udah penuh kaya gini!”
“Daripada telat, berdiri di pintu aja!”, Tawar kondektur itu penuh semangat dan begitu ramah.
“Udah mas Tinggal aja, kalau Cuma nuruti kemauan cewek blagu ini, semua juga bakal telat!”, usul seorang cowok seumuran Naya yang juga berdiri di pintu bi situ.
“Eh, apa Elo bilang? Siapa sih Elo, berani-beraninya ngatain gue blagu?”, jawab Naya menyolot.
“Biarin aja, semua juga tahu, kalau itu kenyataan, Elo itu blagu, , egois, gara-gara Elo semua yang di bis ini bisa telat!”, Gertak cowok itu.
“Ya udah eh, gue naik!”, Ucap Naya langsung naik bi situ “Tapia was aja kalau sampai gue jatuh!”, Gerutu Naya dongkol.
“Bawel banget sih Elo jadi cewek!”, Omel cowok yang kini berdiri di pintu bis, tepat di samping Naya itu.
“Diem Elo!”, Gertak Naya.
Beberapa menit kemudian Bis yang di tumpangi Naya sampai di terminal depan sekolah Naya. Cowok di samping Naya langsung turun buru-buru sampai membuat Naya jatuh.
“Aduh!”, cetus Naya.
“Sorry…Sorry gue nggak sengaja. Gue buru-buru!”, ucap Cowok itu pada Naya tanpa membantu Naya berdiri langsung berlari menyebrang jalan.
“Dasar cowok aneh!”, gerutu Naya sendiri.
Naya sesegera mungkin berlari untuk segera sampai di kelasnya. Tapi sayangnya Naya sudah terlambat 15 menit
“Naya, kamu ini anak baru, belum juga seminggu kmu di sekolah ini, kamu sudah terlambat!”, omel Bu Karina “Sekarang kamu berdiri di bawah tiang bendera lapangan utama, kamu baru boleh masuk kelas nanti jam ke-4! Cepat Naya, sebelum saya lebih emosi lagi!”, tambah Bu Karina, Nayapun langsung menuruti kata-kata Bu Karina tanpa komentar sedikitpun.
Sampai di lapangan, Naya melihat sesosok yang tampaknya ia kenal tengah di hokum seperti dirinya.
“Elo sekolah di sini juga tow?”, Tanya cowok yang ternyata merupakan cowok yang bertengkar dengan Naya di bis tadi. “Suruh berjemur Elo ya?”, Tanya nya dengan nada mengejek.
“Eh, emangnya gue nggak tahu, elo di sini suruh berjemur juga kan?”, Balas Naya mengejek.
“Eh, ini tu gara-gara elo ya, kalau aja tadi di halte itu elo nggak usah blagu, gue nggak bakal telat kaya gini! Gue tu baru aja lihat elo sekali, gue ketiban sial selangit, emang ya kali aja elo itu pembawa sial!”, gerutu Cowok itu panjang lebar.
“Ye, salah siapa dari rumah berangkat bedug, ya jelas aja sampe sini telat, nggak ada hubungannya ama gue, elo tu yang bawa sial buat gue, nyadar nggak elo?”, Naya emosi
“Jaga ya tu mulut, jangan sampe gue emosi, sekarang elo harus minta maaf ama gue , cepet minta maaf Elo!”, perintahnya pada Naya.
“Ih, najis gue minta maaf ama Elo, Elo tu yang minta maaf ama gue, elo tadi udah bikin gue jatuh, trus elo pergi gitu aja tanpa rasa bersalah!”, Jawab Naya
“Dasar cewek bawel!”, gumpat Cowok itu memalingkan mukanya dari Naya. Hingga terjadi keheningan antara keduanya.
“Aduh…!”, ucap Naya tiba-tiba langsung memegangi kepalanya.
“Kenapa Elo?”, Tanya cowok itu. “Nih pake punya gue!”, Lanjutnya menyodori Naya sebuah Slayer Putih untuk menutupi keing dari panas.
“Eh, gue jarang lihat elo, elo murid baru ya?”, Tanya cowok itu.
“Iya gue baru seminggu pindah ke sini!”, jawab Naya.
“Elo kelas berapa?”
“XII IPA 1!”
Lho kok gue belom pernah lihat elo, di XII IPA 3?”
“Kemaren gue di IPA 5, Tapi mulai hari ini gue di pindah di IPA 1”
“Oh gitu ya, berarti kita sekelas donk, elo tadi yang nyuruh berdiri di sini Bu Karina kan?”, Tanyanya pada Naya
“Iya!”
“O ya kenalin, nama gue Dezta!”, Ucapnya mengulurkan tangan Pada Naya.
“Gue Naya!”, balas Naya.
“O ya Nay, kok elo sampe pindah ke sini sih, emangnya kenapa? Elo di keluarin ya dari sekolah elo dulu, gara-gara elo itu makhluk paling Blagu ! Iya kan?”, Tanya Dezta mengejek.
“Enak aja Elo, Eh, berhenti deh Elo bilang gue blagu! Lagian gue itu pindah ke Surabaya juga karena ortu gue kok!”
“Oh gitu!”
“Udah deh nggak usah sok Care!”
“Eh, elo itu Cuma mau di aja temenan aja kok nyolot banget sih, elo maunya bertengkar terus? Ooo…Elo nggak usah terlalu benci dh ama Gue, awas ntar elo jadi tergila-gila ma Gue, Secara gue kan Cakep, elo akuin aja Deh!”
“Ih amit-amit!”, Jawab Naya “Udah ah, gue mau ke kelas, udah bel, terserah kalau elo masih mau tetep di sinI!” lanjut naya.
“enak aja!”
* * *
Hari-haripun berlalu seperti biasanya. Setiap Pagi Naya olahraga alias lari dari rumahnya sampai halte dan selalu saja satu bis dengan Dezta. Dan selalu saja terjadi pertengkaran antara Naya dan Dezta.
Pagi in ibis benar-benar penuh, tak ada sedikitpun ruang kosong saat sampai di halte tempat Naya biasanya. Padahal itu bis terakhir.
“Aduh dhek, maaf ya nggak bisa nih, udah nggak muat!”
“mas, masa nggak bisa sih, berdiri juga nggak apa-apa kok!”, Pinta Naya.
“udah nggak bisa berdiri sekalipun dhek! Tapi coba dulu deh, saya suruh penumpang lain agak merapat supaya adik bisa masuk!”
“aduh, mas 5 menit lagi saya terlambat begitupun semua teman-teman di bis ini, kalau mas ngurusin si Naya yang blagu itu, mas bikin rugi semua penumpang di sini!”, Tiba-tiba Dezta membuka ucapan dari dalam bis.
“Ya sudah kalau begitu Dhek Naya maaf ya di tinggal!”, ucap kondektur bus dan akhirnya bus itu melaju tanpa Naya.
Rasa kesal dan emosi menjadi satu dalam diri Naya. Sesekali melongok kanan-kiri tak ada satupun angkutan. Sudah hampir sejam akhirnya sebuah mobil colt yang menuju terminal dekat sekolah Naya pun lewat, terpaksa Naya naik. Naya merasa lebih baik terlambat daripada ia harus bolos. Meskipun dalam hati Naya takut pada guru Matematika sekaligus BP yang mengajar pada jam tersebut.
Jam 08.20 Naya sampai di sekolah, benar, gerbang sudah di tutup, tapi Naya yang tomboy, yang di lakukannya adalah memanjat pagar dan segera berlari ke kelas, perlahan Naya mengetuk pintu
“Permisi pak, maaf pak saya terlambat!”, Ucap Naya menunduk pada pak Agung, gurunya.
“Saya tidak Tanya Naya, saya tahu kamu terlambat, Bahkan lebih dari se jam! Dan sayapun tahu, saya melihat kamu memanjat pagar depan. Apa kamu pikir kamu masih menghargai saya Naya, jelas-jelas saya sudah peringatkan kepada kamu dan teman-teman kamu jangan sampai melanggar peraturan yang sudah di buat, saya kecewa pada kamu Naya, Saya tidak mau melihat wajah kamu selama satu semester ini, Saya tidak mengijinkan Kamu ikut pelajaran Matematika sampai test akhir nanti! Sekarang juga kamu beranjak dari hadapan saya!”, Kata pak Agung panjang lebar dengan kemarahannya, ya bagaimana tidak Pak Agung itu guru paling sentiment dan killer.
“Tapi pak, saya punya alasan! Bapak harus dengar, saya tadi tidak dapat kendaraan, saya sudah berusaha, Bapak juga harus mempertimbangkan, mungkin kalau murid lain berada dalam keadaan seperti saya, mereka akan memilih bolos pak, tapi nyatanya saya tetap masuk, Tolong bapak pertimbangkan!”, Naya mencoba berani untuk membela diri.
“Naya, saya tidak suka kamu menggurui saya! Sekarang kamu cepat keluar!”, Nada bicara pak Agung kini semakin tinggi dan terpaksa Naya keluar dengan perasaan kecewanya.
* * *
“Nay, elo kok sampe terlambat satu jam gitu sih, Adu Nay, giman nasib elo ntar, ue nggak bisa bayangin, rasanya nggak ikut matematika satu semester!”, kata Mira simpatik.
‘Ya mesti gimana lagi Mir, semua ini gara – gara Dezta, Panjang ceritanya deh, pokoknya sampai kapanpun gue nggak akan maafin dia!”, Naya emosi seraya mengaduk es Jeruk di depannya.
“Sabar Nay, gue ngerti kok perasaan elo!”
“Gue mesti Gimana Ya Mir?”, Naya Bingung.
“Gimana ya Nay, kalau elo mau, gue mau ngajarin elo kok, ya meskipun sebenarnya elo itu lebih pinter dari gue, tapi ya kalau elo mau sih juga nggak apa-apa!”, tawar Mira sedikit sungkan.
“Ya ampun Mir, bener elo mau jadi guru gue? Makasih Mir, gue seneng banget, elo itu emang temen gue yang paling baik, makasih banget ya Mir!”, Naya Nampak senang sekali.
“Eh, Nay, lihat itu Dezta di meja nomor 5!”, Kata Mira tiba-tiba.
“Bener, gue mesti bikin perhitungan sama dia!”, Naya langsung mendekati Dezta “Eh, cowok kurang ajar, Sekarang elo puas bikin gue kaya gini, bilang aja elo iri ama Gue , elo ngrasa kan dulu sebelum gue datang kesini elo itu paling pinter di IPA!”, bentak Naya
“Naya….!”, Ucap Dezta
“sekarang elo lihat kalau gue lebih pinter dari Elo, jadi elo pake strategi ini buat bikin gue jelek di mata pak Agung, trus ntar Nilai gue jelek dan elo pingin kalau elo tetep jadi yang terbaik kan?ngaku aja deh elo!”, tuding Naya.
“Nay…Gue…!”, Ucap Dezta, tapi belum sampai menyelesaikan ucapannya Segelas Es jeruk di siramkan Naya di kepalanya.
“Puas!”
“Kurang ajar banget sih Elo! Asal elo tahu ya Nay, gue nggak pernah punya pikiran kaya yang ada dalam benak Elo itu, Elo nggak usah berlebihan , padahal Nay, niat gue mau minta maaf sama elo, tapi sekarang gue batalin semuanya, gue terlanjur sakit hati sama tingkah Elo, Dan Gue bersumpah, Nggak akan jadi lebih dari musuh elo, selamanya kita adalah musuh!”, Ucap Dezta
“Oke, kita adalah musuh!”, jawab Naya
‘DEERRRR’ seketika terdengar petir, padahal hari cerah dan tak ada mendung sama sekali. Aneh.
* * *
Sudah hampir satu semester Dezta dan Naya belum berdamai. Keduanya sama-sama kukuh dengan pendirian masing-masing, tak ada yang mau mengalah. Di kelas, mereka selalu bersaing.
“Eh Ron, elo tahu kan ntar bakal test akhir buat matematika!”, ucap Dezta pada Roni, teman satu mejanya.
“Yoi Sob! Emangnya kenapa?”, Tanya Roni.
“Gue yakin deh, ada yang bakal dapet nilai 0, Gimana nggak? Satu semester aja nggak ngerti matematika, elo tahu kan ntar gue bakal jadi the Winner?”, Dezta setengah mengejek Naya
“Tentu aja Dez!”, Tambah Roni.
“Eh, maksud elo apaan? Elo nyindir gue?”, Naya mendekati Dezta emosi.
“Ya, gue aja bicara ama Roni, tapi kalau elo masih ngrasa kesindir ya Syukur deh, Artinya elo tahu kalau elo itu nggak lebih baik dari Gue!”, Jawab Dezta cengengesan.
“Elo jangan sombong deh Dez, gue bakal buktiin kalau gue itu lebih baik dari Elo, lebih baik dalam segala hal!”
“Elo yakin Nay? Nggak salah tu?”
“Oke, kita buktiin aja siapa yang lebih baik setelah tes matematika nanti!”, Tantang Naya.
“Oke, siapa takut!”, jawab Dezta.
Naya sedikit bimban dengan ucapannya sebenarnya ia tak yakin kalau bisa mengalahkan Dezta, Ya ampun bisa nilai tuntas saja sudah hebat. Pasalnya seminggu ini Naya tidak belajar bersama Mira. Nenek Mira sakit, jadi Mira tak bisa mengajarinya.
Tik…tik…tik….Jarum jam akan segera menunjukan waktu habisnya mengerjakan tes matematika. Nay sudah bersiap-siap memperoleh olokan Dezta, Sementara di liriknya Dezta tampak Yakin. Sementara Naya hanya bisa mengerjakan sekitar 30 % saja. Sampai akhirnya habis sudah waktu test, Naya Berdiri dan segera mengumpulkan jawabannya, sementara beberapa saat Dezta masih di mejanya membenahi jawabannya.
* * *
Pagi ini seperti biasanya Naya dan Dezta berada dalam satu bis, tapi bedanya kali ini Naya dan Dezta justru dduk satu tempat dan tentu saja tak ada sedikitpun kata di antara keduanya. Tapi anehnya Naya gemetar dan gugup berada di samping Dezta. Jantung Naya berdegup lebih kencang, Sesekali di liriknya Dezta yang sibuk dengan IPOD nya untuk mendengarkan musik.
“Eh, Dezta , tumben berangakat pagi! Nggak biasa banget deh!”, Sapa seorang cewek yang nampaknya anak SMU lain itu.
“Eh, kamu Lina, Iya nih, nggak tau juga, ya ampun Lin, kamu bediri dari tadi pasti kamu cape banget, kamu duduk tempat aku aja, biar aku yang berdiri!”, Tawar Dezta
“Makasih Dez, elo emang yang paling ngerti aku!”
Di samping Naya, Dezta dan Lina temannya itu bercerita panjang lebar dan sesekali keduanya tertawa, Naya jadi Keki melihatnya, seperti ada rasa jealous. Sampai Naya lega saat bus sudah sampai terminal.
“Lin, gue duluan ya, elo hati-hati!”, Ucap Dezta seraya turun.
“ok Dez!”
“Cewek elo ya Dez?”, Tanya Naya tiba-tiba saat mereka akan menyebrang.
“Bukan!”, jawab Dezta singkat dan langsung meninggalkan Naya.
* * *
Jam Terakhir kelas Naya adalah pelajaran Matematika, Seperti bias anya, Naya duduk di luar kelas dan tak mengikuti pelajaran Pak Agung untuk minggu terakhir ini. Tapi pagi ini ada yang berbeda dengan pak Agung yang Nampak ramah pada Naya dan mempersilakan Naya masuk kelas. Naya jadi bertanya-tanya dalam hati.
“Selamat Siangi anak-anak!”
“Siang pak!”
“Anak-anak, ahri ini bapak akan bagikan hasil test terakhir kalian, Dan bapak bangga sekali pada Naya, Naya begitu giat belajar, dan naya memperoleh nilai tertinggi sekaligus nilai sempurna 100 kalian harus mencontoh ketekunan Naya!”, Ucap pak Agung dan Naya kaget setengah mati pada kata-katanya, mana mungkin Ia dapat nilai 100, mengerjakn saj bingung? Aneh sekali.
“Dan anak-anak, bapak kecewa sekali pada Dezta, murid kebanggaan bapak justru mendapat nilai 1.39, nilai terendah!”
“Hu….Hu….”, suara koor kelas megolok-olok Dezta, Tapi Naya masih bingung, Padahal pak Agung menggunakan system minus pada jawaban yang salah dalam pilihan ganda, kemarin Naya hanya asal menjawab pada sebagian besar soal, mustahil kalau bisa tepat semua.Perlahan di perhatikannya lembar ulangan yang telah di berikan pak Agung padanya, Ada yang tampak aneh sekali, Pada kolom nama, ada bekas tipe-X, padahal Naya tak menggunakan Tipe-X kemarin. Di tolehnya Dezta yang jelek nilainya pun tak ada expresi kecewa. Aneh. Naya terus bertanya sampai usainya jam pelajaran.
“Nay, elo kenapa? Dapet nilai 100 kok expresinya datar gitu?”, Tanya Mira heran.
“Mir, masa sih gue dapet 100, padahal kemaren gue nggak bisa ngerjain, elo tau juga kan kemaren gue nggak belajar sama elo, kok bisa sih?”
“Ya itu artinya elo Hebat Nay!”
“Tapi ada yang aneh Mir, kemaren gue nggak pake Tipe-X di kolom nama kok ini ada bekas tipe-x, O ya Mir, ini kok nama gue bisa ketulis Kanaya Maharani, Padahal kemaren Cuma gue singkat Kanaya M. gitu Mir, aneh banget!”
“Udahlah Nay, anggep aja tuhan sayang sama elo!”
“Mir, kayaknya gue kenal deh ini tulisannya! Em…em…ya…!”, ucap Naya langsung berlari.
“Dezta….Tunggu!”, seru Naya.
“Ngapain Elo? Elo mau nghina gue gitu? Elo udah puas sekarang?”, Tanya Dezta.
“Elo itu…!”, ucap Naya tapi di potong Dezta.
“Nay, gue males bertengkar, ya udahlah, sekarang gue akuin kok elo itu emang yang terbaik!”, kata Dezta meninggalkan Naya.
“Dez, tunggu, gue masih mau ngomong!”
“Apalagi Nay?”, Tanya Dezta.
“Dez, elo nggak usah pura-pura gue tahu kok elo nukar hasil ulangan gue sama punya elo, sebenarnya, nilai 1,39 itu nilai gue kan, dan nilai 100 itu nilai elo kan? Gue tahu Dez, gue hafal tulisan gue, gue inget kertas gue waktu itu, ngaku deh!”
“Nay, nggak usah GR deh, gue nggak mungkin juga nglakuin hal sekonyol itu, gue nggak bodoh kok!”
“Dez, gue tahu, elo jangan bohong ama gue!”
“Blagu banget sih elo!”
“Please Dez, elo harus jujur, atau gue ngomong sendiri sama pak Agung!”
“Gue mesti jujur apa sih?”, dezta emosi
“Ya udah, biar gue ngomong sama pak Agung!”, Naya melangkah.
“Eh, Naya..Naya tunggu! Jangan, jangan !”, cegah Dezta meraih tangan Naya,
“jadi bener Dez?”, tegas Naya. Dan di balas anggukan kepala Dezta. “Ya ampun Dez, kenapa? Kenapa elo nekat?”, Tanya Naya.
“Nay….!”, Dezta tak melanjutkan kata-katanya
“KenapaDez, elo harus ngomong ama gue atau gue bakal semakin marah sama Elo!”
“Nay, gue Cuma mau minta maaf dan gue nggak amu nglihat orang yang gue sayang terluka!”, Jawab Dezta langsung meninggalkan Naya dan membuat Naya Hanya melongo saja.
“Dezta….?”, gumam Naya pelan dengan rasa bertanya-tanya,
‘Deeerrrr’, tiba-tiba kecerahan mentari tersentak adanya petir menyambar yang hanya sekali dan tiba-tiba, seperti saat Naya dan Dezta bersumpah untuk saling bermusuhan. Apa mungkin sumpah mereka untuk saling bermusuhan sudah di cabut. Apa mungkin Naya dan Dezta bisa berdamai dan bahkan mungkin menjadi lebih dari sahabat dekat? Mungkinkah Debaran jantung Naya menjadi pertandanya?
‘Kring…Kring…Kring….’, suara jam alarm Naya terus berdering. Tapi Naya tak kunjung membuka matanya. Gadis 17 tahun itu masih menutup kelopak matanya dalam buaian mimpi.
“Naya…Nay, Kok belum bangun nak, udah setengah tujuh ni!”, panggil mama Naya dari depan kamar, tapi Naya tak juga membuka matanya. “Naya…!!!”, Mama Naya mulai berteriak jengkel pada Naya seraya membuka pintu kamar Naya yang tidak terkunci itu.
“Ya ampun mama nih apa-apaan sih, emangnya ini jam berapa, sampai mama teriak-teriak gitu?”, Naya menjawab mamanya dengan mata masih setengah tertutup.
“Naya, ini udah setengah tujuh!”, mama Naya menegaskan.
“Hah, yang bener ma?”, Naya langsung bangkit dari tempat tidurnya dan berlari ke kamar mandi, sementara mama Naya masih menggerutu sambil menceramahi Naya yang entah mendengarkan atau tidak itu.
Pukul tujuh tepat Naya sudah Siap, secepat kilat Naya langsung berlari keluar kamarnya.
“Naya, sarapan dulu!”, seru mama Naya melihat Naya keluar pintu tanpa menuju meja makan.
“Nggak ma, Naya udah kesiangan, Da…ma Naya berangkat!”, Naya langsung berlari menuju Halte Bis.
“Ih, mana sih busnya, kok lama banget, padahal gue kan anak baru, masa mau telat sih, aduh mau di taruh mana mukaku ini?”, gerutu Naya seorang diri sambil sesekali melirik jam tangannya. Sampai akhirnya sebuah bus yang cukup penuh sesak berhenti di depannya.
“Ayo dhek ini bis terakhir!”, ucap kondektur bus itu seraya turun mendekati Naya.
“Aduh mas, mana bisa guenaik, bis nya aja udah penuh kaya gini!”
“Daripada telat, berdiri di pintu aja!”, Tawar kondektur itu penuh semangat dan begitu ramah.
“Udah mas Tinggal aja, kalau Cuma nuruti kemauan cewek blagu ini, semua juga bakal telat!”, usul seorang cowok seumuran Naya yang juga berdiri di pintu bi situ.
“Eh, apa Elo bilang? Siapa sih Elo, berani-beraninya ngatain gue blagu?”, jawab Naya menyolot.
“Biarin aja, semua juga tahu, kalau itu kenyataan, Elo itu blagu, , egois, gara-gara Elo semua yang di bis ini bisa telat!”, Gertak cowok itu.
“Ya udah eh, gue naik!”, Ucap Naya langsung naik bi situ “Tapia was aja kalau sampai gue jatuh!”, Gerutu Naya dongkol.
“Bawel banget sih Elo jadi cewek!”, Omel cowok yang kini berdiri di pintu bis, tepat di samping Naya itu.
“Diem Elo!”, Gertak Naya.
Beberapa menit kemudian Bis yang di tumpangi Naya sampai di terminal depan sekolah Naya. Cowok di samping Naya langsung turun buru-buru sampai membuat Naya jatuh.
“Aduh!”, cetus Naya.
“Sorry…Sorry gue nggak sengaja. Gue buru-buru!”, ucap Cowok itu pada Naya tanpa membantu Naya berdiri langsung berlari menyebrang jalan.
“Dasar cowok aneh!”, gerutu Naya sendiri.
Naya sesegera mungkin berlari untuk segera sampai di kelasnya. Tapi sayangnya Naya sudah terlambat 15 menit
“Naya, kamu ini anak baru, belum juga seminggu kmu di sekolah ini, kamu sudah terlambat!”, omel Bu Karina “Sekarang kamu berdiri di bawah tiang bendera lapangan utama, kamu baru boleh masuk kelas nanti jam ke-4! Cepat Naya, sebelum saya lebih emosi lagi!”, tambah Bu Karina, Nayapun langsung menuruti kata-kata Bu Karina tanpa komentar sedikitpun.
Sampai di lapangan, Naya melihat sesosok yang tampaknya ia kenal tengah di hokum seperti dirinya.
“Elo sekolah di sini juga tow?”, Tanya cowok yang ternyata merupakan cowok yang bertengkar dengan Naya di bis tadi. “Suruh berjemur Elo ya?”, Tanya nya dengan nada mengejek.
“Eh, emangnya gue nggak tahu, elo di sini suruh berjemur juga kan?”, Balas Naya mengejek.
“Eh, ini tu gara-gara elo ya, kalau aja tadi di halte itu elo nggak usah blagu, gue nggak bakal telat kaya gini! Gue tu baru aja lihat elo sekali, gue ketiban sial selangit, emang ya kali aja elo itu pembawa sial!”, gerutu Cowok itu panjang lebar.
“Ye, salah siapa dari rumah berangkat bedug, ya jelas aja sampe sini telat, nggak ada hubungannya ama gue, elo tu yang bawa sial buat gue, nyadar nggak elo?”, Naya emosi
“Jaga ya tu mulut, jangan sampe gue emosi, sekarang elo harus minta maaf ama gue , cepet minta maaf Elo!”, perintahnya pada Naya.
“Ih, najis gue minta maaf ama Elo, Elo tu yang minta maaf ama gue, elo tadi udah bikin gue jatuh, trus elo pergi gitu aja tanpa rasa bersalah!”, Jawab Naya
“Dasar cewek bawel!”, gumpat Cowok itu memalingkan mukanya dari Naya. Hingga terjadi keheningan antara keduanya.
“Aduh…!”, ucap Naya tiba-tiba langsung memegangi kepalanya.
“Kenapa Elo?”, Tanya cowok itu. “Nih pake punya gue!”, Lanjutnya menyodori Naya sebuah Slayer Putih untuk menutupi keing dari panas.
“Eh, gue jarang lihat elo, elo murid baru ya?”, Tanya cowok itu.
“Iya gue baru seminggu pindah ke sini!”, jawab Naya.
“Elo kelas berapa?”
“XII IPA 1!”
Lho kok gue belom pernah lihat elo, di XII IPA 3?”
“Kemaren gue di IPA 5, Tapi mulai hari ini gue di pindah di IPA 1”
“Oh gitu ya, berarti kita sekelas donk, elo tadi yang nyuruh berdiri di sini Bu Karina kan?”, Tanyanya pada Naya
“Iya!”
“O ya kenalin, nama gue Dezta!”, Ucapnya mengulurkan tangan Pada Naya.
“Gue Naya!”, balas Naya.
“O ya Nay, kok elo sampe pindah ke sini sih, emangnya kenapa? Elo di keluarin ya dari sekolah elo dulu, gara-gara elo itu makhluk paling Blagu ! Iya kan?”, Tanya Dezta mengejek.
“Enak aja Elo, Eh, berhenti deh Elo bilang gue blagu! Lagian gue itu pindah ke Surabaya juga karena ortu gue kok!”
“Oh gitu!”
“Udah deh nggak usah sok Care!”
“Eh, elo itu Cuma mau di aja temenan aja kok nyolot banget sih, elo maunya bertengkar terus? Ooo…Elo nggak usah terlalu benci dh ama Gue, awas ntar elo jadi tergila-gila ma Gue, Secara gue kan Cakep, elo akuin aja Deh!”
“Ih amit-amit!”, Jawab Naya “Udah ah, gue mau ke kelas, udah bel, terserah kalau elo masih mau tetep di sinI!” lanjut naya.
“enak aja!”
* * *
Hari-haripun berlalu seperti biasanya. Setiap Pagi Naya olahraga alias lari dari rumahnya sampai halte dan selalu saja satu bis dengan Dezta. Dan selalu saja terjadi pertengkaran antara Naya dan Dezta.
Pagi in ibis benar-benar penuh, tak ada sedikitpun ruang kosong saat sampai di halte tempat Naya biasanya. Padahal itu bis terakhir.
“Aduh dhek, maaf ya nggak bisa nih, udah nggak muat!”
“mas, masa nggak bisa sih, berdiri juga nggak apa-apa kok!”, Pinta Naya.
“udah nggak bisa berdiri sekalipun dhek! Tapi coba dulu deh, saya suruh penumpang lain agak merapat supaya adik bisa masuk!”
“aduh, mas 5 menit lagi saya terlambat begitupun semua teman-teman di bis ini, kalau mas ngurusin si Naya yang blagu itu, mas bikin rugi semua penumpang di sini!”, Tiba-tiba Dezta membuka ucapan dari dalam bis.
“Ya sudah kalau begitu Dhek Naya maaf ya di tinggal!”, ucap kondektur bus dan akhirnya bus itu melaju tanpa Naya.
Rasa kesal dan emosi menjadi satu dalam diri Naya. Sesekali melongok kanan-kiri tak ada satupun angkutan. Sudah hampir sejam akhirnya sebuah mobil colt yang menuju terminal dekat sekolah Naya pun lewat, terpaksa Naya naik. Naya merasa lebih baik terlambat daripada ia harus bolos. Meskipun dalam hati Naya takut pada guru Matematika sekaligus BP yang mengajar pada jam tersebut.
Jam 08.20 Naya sampai di sekolah, benar, gerbang sudah di tutup, tapi Naya yang tomboy, yang di lakukannya adalah memanjat pagar dan segera berlari ke kelas, perlahan Naya mengetuk pintu
“Permisi pak, maaf pak saya terlambat!”, Ucap Naya menunduk pada pak Agung, gurunya.
“Saya tidak Tanya Naya, saya tahu kamu terlambat, Bahkan lebih dari se jam! Dan sayapun tahu, saya melihat kamu memanjat pagar depan. Apa kamu pikir kamu masih menghargai saya Naya, jelas-jelas saya sudah peringatkan kepada kamu dan teman-teman kamu jangan sampai melanggar peraturan yang sudah di buat, saya kecewa pada kamu Naya, Saya tidak mau melihat wajah kamu selama satu semester ini, Saya tidak mengijinkan Kamu ikut pelajaran Matematika sampai test akhir nanti! Sekarang juga kamu beranjak dari hadapan saya!”, Kata pak Agung panjang lebar dengan kemarahannya, ya bagaimana tidak Pak Agung itu guru paling sentiment dan killer.
“Tapi pak, saya punya alasan! Bapak harus dengar, saya tadi tidak dapat kendaraan, saya sudah berusaha, Bapak juga harus mempertimbangkan, mungkin kalau murid lain berada dalam keadaan seperti saya, mereka akan memilih bolos pak, tapi nyatanya saya tetap masuk, Tolong bapak pertimbangkan!”, Naya mencoba berani untuk membela diri.
“Naya, saya tidak suka kamu menggurui saya! Sekarang kamu cepat keluar!”, Nada bicara pak Agung kini semakin tinggi dan terpaksa Naya keluar dengan perasaan kecewanya.
* * *
“Nay, elo kok sampe terlambat satu jam gitu sih, Adu Nay, giman nasib elo ntar, ue nggak bisa bayangin, rasanya nggak ikut matematika satu semester!”, kata Mira simpatik.
‘Ya mesti gimana lagi Mir, semua ini gara – gara Dezta, Panjang ceritanya deh, pokoknya sampai kapanpun gue nggak akan maafin dia!”, Naya emosi seraya mengaduk es Jeruk di depannya.
“Sabar Nay, gue ngerti kok perasaan elo!”
“Gue mesti Gimana Ya Mir?”, Naya Bingung.
“Gimana ya Nay, kalau elo mau, gue mau ngajarin elo kok, ya meskipun sebenarnya elo itu lebih pinter dari gue, tapi ya kalau elo mau sih juga nggak apa-apa!”, tawar Mira sedikit sungkan.
“Ya ampun Mir, bener elo mau jadi guru gue? Makasih Mir, gue seneng banget, elo itu emang temen gue yang paling baik, makasih banget ya Mir!”, Naya Nampak senang sekali.
“Eh, Nay, lihat itu Dezta di meja nomor 5!”, Kata Mira tiba-tiba.
“Bener, gue mesti bikin perhitungan sama dia!”, Naya langsung mendekati Dezta “Eh, cowok kurang ajar, Sekarang elo puas bikin gue kaya gini, bilang aja elo iri ama Gue , elo ngrasa kan dulu sebelum gue datang kesini elo itu paling pinter di IPA!”, bentak Naya
“Naya….!”, Ucap Dezta
“sekarang elo lihat kalau gue lebih pinter dari Elo, jadi elo pake strategi ini buat bikin gue jelek di mata pak Agung, trus ntar Nilai gue jelek dan elo pingin kalau elo tetep jadi yang terbaik kan?ngaku aja deh elo!”, tuding Naya.
“Nay…Gue…!”, Ucap Dezta, tapi belum sampai menyelesaikan ucapannya Segelas Es jeruk di siramkan Naya di kepalanya.
“Puas!”
“Kurang ajar banget sih Elo! Asal elo tahu ya Nay, gue nggak pernah punya pikiran kaya yang ada dalam benak Elo itu, Elo nggak usah berlebihan , padahal Nay, niat gue mau minta maaf sama elo, tapi sekarang gue batalin semuanya, gue terlanjur sakit hati sama tingkah Elo, Dan Gue bersumpah, Nggak akan jadi lebih dari musuh elo, selamanya kita adalah musuh!”, Ucap Dezta
“Oke, kita adalah musuh!”, jawab Naya
‘DEERRRR’ seketika terdengar petir, padahal hari cerah dan tak ada mendung sama sekali. Aneh.
* * *
Sudah hampir satu semester Dezta dan Naya belum berdamai. Keduanya sama-sama kukuh dengan pendirian masing-masing, tak ada yang mau mengalah. Di kelas, mereka selalu bersaing.
“Eh Ron, elo tahu kan ntar bakal test akhir buat matematika!”, ucap Dezta pada Roni, teman satu mejanya.
“Yoi Sob! Emangnya kenapa?”, Tanya Roni.
“Gue yakin deh, ada yang bakal dapet nilai 0, Gimana nggak? Satu semester aja nggak ngerti matematika, elo tahu kan ntar gue bakal jadi the Winner?”, Dezta setengah mengejek Naya
“Tentu aja Dez!”, Tambah Roni.
“Eh, maksud elo apaan? Elo nyindir gue?”, Naya mendekati Dezta emosi.
“Ya, gue aja bicara ama Roni, tapi kalau elo masih ngrasa kesindir ya Syukur deh, Artinya elo tahu kalau elo itu nggak lebih baik dari Gue!”, Jawab Dezta cengengesan.
“Elo jangan sombong deh Dez, gue bakal buktiin kalau gue itu lebih baik dari Elo, lebih baik dalam segala hal!”
“Elo yakin Nay? Nggak salah tu?”
“Oke, kita buktiin aja siapa yang lebih baik setelah tes matematika nanti!”, Tantang Naya.
“Oke, siapa takut!”, jawab Dezta.
Naya sedikit bimban dengan ucapannya sebenarnya ia tak yakin kalau bisa mengalahkan Dezta, Ya ampun bisa nilai tuntas saja sudah hebat. Pasalnya seminggu ini Naya tidak belajar bersama Mira. Nenek Mira sakit, jadi Mira tak bisa mengajarinya.
Tik…tik…tik….Jarum jam akan segera menunjukan waktu habisnya mengerjakan tes matematika. Nay sudah bersiap-siap memperoleh olokan Dezta, Sementara di liriknya Dezta tampak Yakin. Sementara Naya hanya bisa mengerjakan sekitar 30 % saja. Sampai akhirnya habis sudah waktu test, Naya Berdiri dan segera mengumpulkan jawabannya, sementara beberapa saat Dezta masih di mejanya membenahi jawabannya.
* * *
Pagi ini seperti biasanya Naya dan Dezta berada dalam satu bis, tapi bedanya kali ini Naya dan Dezta justru dduk satu tempat dan tentu saja tak ada sedikitpun kata di antara keduanya. Tapi anehnya Naya gemetar dan gugup berada di samping Dezta. Jantung Naya berdegup lebih kencang, Sesekali di liriknya Dezta yang sibuk dengan IPOD nya untuk mendengarkan musik.
“Eh, Dezta , tumben berangakat pagi! Nggak biasa banget deh!”, Sapa seorang cewek yang nampaknya anak SMU lain itu.
“Eh, kamu Lina, Iya nih, nggak tau juga, ya ampun Lin, kamu bediri dari tadi pasti kamu cape banget, kamu duduk tempat aku aja, biar aku yang berdiri!”, Tawar Dezta
“Makasih Dez, elo emang yang paling ngerti aku!”
Di samping Naya, Dezta dan Lina temannya itu bercerita panjang lebar dan sesekali keduanya tertawa, Naya jadi Keki melihatnya, seperti ada rasa jealous. Sampai Naya lega saat bus sudah sampai terminal.
“Lin, gue duluan ya, elo hati-hati!”, Ucap Dezta seraya turun.
“ok Dez!”
“Cewek elo ya Dez?”, Tanya Naya tiba-tiba saat mereka akan menyebrang.
“Bukan!”, jawab Dezta singkat dan langsung meninggalkan Naya.
* * *
Jam Terakhir kelas Naya adalah pelajaran Matematika, Seperti bias anya, Naya duduk di luar kelas dan tak mengikuti pelajaran Pak Agung untuk minggu terakhir ini. Tapi pagi ini ada yang berbeda dengan pak Agung yang Nampak ramah pada Naya dan mempersilakan Naya masuk kelas. Naya jadi bertanya-tanya dalam hati.
“Selamat Siangi anak-anak!”
“Siang pak!”
“Anak-anak, ahri ini bapak akan bagikan hasil test terakhir kalian, Dan bapak bangga sekali pada Naya, Naya begitu giat belajar, dan naya memperoleh nilai tertinggi sekaligus nilai sempurna 100 kalian harus mencontoh ketekunan Naya!”, Ucap pak Agung dan Naya kaget setengah mati pada kata-katanya, mana mungkin Ia dapat nilai 100, mengerjakn saj bingung? Aneh sekali.
“Dan anak-anak, bapak kecewa sekali pada Dezta, murid kebanggaan bapak justru mendapat nilai 1.39, nilai terendah!”
“Hu….Hu….”, suara koor kelas megolok-olok Dezta, Tapi Naya masih bingung, Padahal pak Agung menggunakan system minus pada jawaban yang salah dalam pilihan ganda, kemarin Naya hanya asal menjawab pada sebagian besar soal, mustahil kalau bisa tepat semua.Perlahan di perhatikannya lembar ulangan yang telah di berikan pak Agung padanya, Ada yang tampak aneh sekali, Pada kolom nama, ada bekas tipe-X, padahal Naya tak menggunakan Tipe-X kemarin. Di tolehnya Dezta yang jelek nilainya pun tak ada expresi kecewa. Aneh. Naya terus bertanya sampai usainya jam pelajaran.
“Nay, elo kenapa? Dapet nilai 100 kok expresinya datar gitu?”, Tanya Mira heran.
“Mir, masa sih gue dapet 100, padahal kemaren gue nggak bisa ngerjain, elo tau juga kan kemaren gue nggak belajar sama elo, kok bisa sih?”
“Ya itu artinya elo Hebat Nay!”
“Tapi ada yang aneh Mir, kemaren gue nggak pake Tipe-X di kolom nama kok ini ada bekas tipe-x, O ya Mir, ini kok nama gue bisa ketulis Kanaya Maharani, Padahal kemaren Cuma gue singkat Kanaya M. gitu Mir, aneh banget!”
“Udahlah Nay, anggep aja tuhan sayang sama elo!”
“Mir, kayaknya gue kenal deh ini tulisannya! Em…em…ya…!”, ucap Naya langsung berlari.
“Dezta….Tunggu!”, seru Naya.
“Ngapain Elo? Elo mau nghina gue gitu? Elo udah puas sekarang?”, Tanya Dezta.
“Elo itu…!”, ucap Naya tapi di potong Dezta.
“Nay, gue males bertengkar, ya udahlah, sekarang gue akuin kok elo itu emang yang terbaik!”, kata Dezta meninggalkan Naya.
“Dez, tunggu, gue masih mau ngomong!”
“Apalagi Nay?”, Tanya Dezta.
“Dez, elo nggak usah pura-pura gue tahu kok elo nukar hasil ulangan gue sama punya elo, sebenarnya, nilai 1,39 itu nilai gue kan, dan nilai 100 itu nilai elo kan? Gue tahu Dez, gue hafal tulisan gue, gue inget kertas gue waktu itu, ngaku deh!”
“Nay, nggak usah GR deh, gue nggak mungkin juga nglakuin hal sekonyol itu, gue nggak bodoh kok!”
“Dez, gue tahu, elo jangan bohong ama gue!”
“Blagu banget sih elo!”
“Please Dez, elo harus jujur, atau gue ngomong sendiri sama pak Agung!”
“Gue mesti jujur apa sih?”, dezta emosi
“Ya udah, biar gue ngomong sama pak Agung!”, Naya melangkah.
“Eh, Naya..Naya tunggu! Jangan, jangan !”, cegah Dezta meraih tangan Naya,
“jadi bener Dez?”, tegas Naya. Dan di balas anggukan kepala Dezta. “Ya ampun Dez, kenapa? Kenapa elo nekat?”, Tanya Naya.
“Nay….!”, Dezta tak melanjutkan kata-katanya
“KenapaDez, elo harus ngomong ama gue atau gue bakal semakin marah sama Elo!”
“Nay, gue Cuma mau minta maaf dan gue nggak amu nglihat orang yang gue sayang terluka!”, Jawab Dezta langsung meninggalkan Naya dan membuat Naya Hanya melongo saja.
“Dezta….?”, gumam Naya pelan dengan rasa bertanya-tanya,
‘Deeerrrr’, tiba-tiba kecerahan mentari tersentak adanya petir menyambar yang hanya sekali dan tiba-tiba, seperti saat Naya dan Dezta bersumpah untuk saling bermusuhan. Apa mungkin sumpah mereka untuk saling bermusuhan sudah di cabut. Apa mungkin Naya dan Dezta bisa berdamai dan bahkan mungkin menjadi lebih dari sahabat dekat? Mungkinkah Debaran jantung Naya menjadi pertandanya?