selamat Datang

selamat Datang

Senin, 13 April 2009

Tentang Hidup dan Cinta

OH BULAN


Bulan,
Ingatkah kau pada seorang gadis kecil
Gadis yang lugu dan tiada kenal dunia luas
Gadis yang slalu mengagumi sejuknya cahyamu
Yang cerianya slalu membangkitkan inspirasi
Bagi orang-orang terkasihnya

Bulan,
Gadis kecilmu itu tlah jadi kembang perawan
Yang mulai mengenal onak duri dunia
Mengenal matahari yang terik
Awan yang kelam membenam

Bulan,
Masih inginkah kau dalam pandangannya
Lalu dia bersyair untukmu
Bersyair mengagumi penciptamu
Lalu cinta mayanya

Bulan,
Dengar syairnya yang ku gores kini
Mengertikah kau maknanya
Mata gadis itu menulis berbinar
Pipinya merah malu
Sejenak tersenyum sendiri

Bulan,
Gadis kecilmu itu tengah jatuh cinta
Cinta semunya di gambarkan sebagai engkau

Bulan,
Tahukah kau keraguan dalam hatinya
Adakah cintanya nyata
ADakah ia salah ketika merasa

Bulan,
Hanya kau yang setia
Sampaikan pada Dzat penciptamu
Tentang cinta gadis kecil itu

Bulan,
Bawalah kabarmu segera
Kabar nyata dari Dzat maha perkasa
Untuk hidup sejai gadis kecilmu

Oh Bulan,
Ajarkan cinta sejati pada si gadis
Ajarkan cinta hakiki yang hanya bagi ILLAHI

Oh Bulan
Kaulah yang mengerti
Bulan oh bulan

Puisi When I hate someone


PANJI-PANJI CINTA

Matamu memancarkan sinar penuh kemenangan
Bibirmu memamerkan senyum keangkuhan
Langkahmu meniti seolah kaulah terhebat
Dayamu kau buat seolah kau paling sempurna

Kau penuhi pikirmu
Kau selalu jadi pujaan bagi setiap netra mamandang
Kau rasuki anggapmu
Kau tersanjung oleh syair-syair indah dari beribu dara

Puaskah kau?
Dengan cerita picisanmu sendiri…
Banggakah kau?
Dengan senyum getirmu itu
Yakinkah kau?
Apa kau bertahta atas sanjungan para jelita?

Apa yang kau mampu sejatinya?
Menebar kepalsuan?
Meletakkan sinar rayuan?
Mengharap sanjungan?
Atau
Sekedar berdiri bersama panji-panji cinta yang kau punya
Ah…dasar Klise!!!

Seberapa lama kau kibarkan panji-panjimu itu?
Sepanjang hayatmu kah?
Sepanjang kau punya pesona kah?
Ah…dasar pecundang!!!

Buang saja panji-panji cintamu itu
Aku tak ingin memandangnya
Hanya kelam dan kusam yang ku pandang darinya
Aku tak butuh

Puisi Cinta

Sajak Cinta
Ku tulis sajak ini dengan cinta...
Ku rangkai setiap katanya bersama cinta
di dalamnya terukir makna cinta
dan ku ingin dengan cinta pula
sajak ini ku berikan untuk yang ku cinta

Cerpen

Bintang dari surga


Hujan deras yang mengguyur malam ini melenyapkan segala keindahan yang di miliki malam. Angkasa hanya berselimut oleh mega yang terus mengguyurkan tirtanya ke bumi. Sesekali paduan suara satwa malam dan sambaran petir mengusik pendengaran. Pijaran-pijaran cahya lampu di jalanan tampak suram di antara guyuran air hujan, aku termangu mentapa suasana malam ini dari balik tirai rumahku. Perlahan mulai terdengar oleh runguku, sayup-sayup suara Ayahku yang melantunkan ayat suci Al-Qur’an di kamarnya. Makin ku dengar dan ku coba meresapi maknanya kalam sang Rabb itu makin membuat hatiku tersayat. Hingga melahirkan bulir-bulir bening dikedua kelopak mataku seraya tersayatnya luka lamaku. Seolah kejadian 7 tahun yang lalu baru saja aku alami.
Tujuh tahun yang lalu, waktu itu usiaku baru 17 tahun, Aku masih kelas 2 SMA. Siang itu, suasana kelas penuh ketegangan sehabis seleksi lomba tilawah untuk perwakila sekolah. Wajah-wajah penuh harap menatap pada Bu Anin yang membawa selembar kertas berisi dua nama, satu putra dan satu putrid yang akan maju mewakili sekolah di lomba tilawah se provinsi. Aku yang duduk di bangku paling depan menatap bu Anin dengan segelintir rasa keyakinan.
“Baiklah anak-anak, ibu rasa, ibu tak perlu berbasa-basi terlalu lama pada kalian, ibu akan umumkan siapa saja wakil sekolah kita. Mungkin kalian bisa tebak, siapa?”, Bu Anin mencoba memecah ketegangan kami, Tapi tak ada satupun yang berani berucap mendengar pertanyaan bu Anin. Akan tetapi, dalam benakku aku yakin kalau akulah yang terpilih sebagai Qori’ah sekolahku tahun ini pasalnya tahun kemarin aku yang menjuarai lomba tilawah tingkat nasional. Kalau aku pikir untuk apa di adakan seleksi, toh tanpa seleksipun aku sudah pasti terpilih, tapi tak apalah yang penting bisa ku buktikan kalau aku lah yang terbaik di antara teman-teman dan tentunya aku lebih baik dari kak Bintang, kakakku. Aku harus membuat orang tuaku yakin kalau aku adalah anak kebanggaan mereka yang tak kan pernah tergantikan apalagi dengan kak Bintang yang sudah mengkhinatiku. Ya…Kak Bintang sendiri yang membuatku tak lagi menyayanginya seperti dulu, Kak Bintang iri denganku. Hanya karena aku dekat dengan Rizky, Ketua Rohis di sekolahku, kak Bintang sering melarang Rizky mengajaku jalan-jalan keluar setiap akhir pekan. Kak Bintang, Hh..Akan ku buktikan kalau aku lebih baik dari mu.
“Anak-anak, Tahun ini yang mewakili sekolah kita untuk lomba tilawah adalah…Untuk Qori seperti biasanya Muhammad Rizky Fahlevi!”, Kata Bu Anin di sambut tepuk tangan anak-anak dan raut wajah puas pada diri Rizky. Yah, semua itu membuat aku yakin, kalau aku juga terpilih, Rizky tahun lalu juga yang terpilih meskipun ia tak juara seperti aku tahun lalu. Yang jelas dari kebersamaan kami saat latihan setahun lalu membuat aku akrab dengan Rizky, tahun ini aku yakin pasti serupa.
“Qori’ah nya siapa bu?”, celetuk seseorang di antara kami.
“Dan untuk Qori’ah nya adalah...Fathonah Bintang Maharani!”, Jawab Bu Anin dan ‘Brak’ seketika semua pengharapanaku luluh lantak antara rasa ketidak percayaan pada semua kenyataan ini, Bagaimana mungkin Kak Bintang bisa. Rasanya mustahil. Ah, semua ini pasti memberi kesempatan pada kak Bintang untuk merebut semua yang miliku, mulai dari rasa bangga Ayah dan Bunda, Kesempatanku untuk menang lagi dan Rizky!
“Bu, tapi mana mungkin, Kak Bintang yang lolos, Ibu tahu sendiri kan kemampuan saya, tahun lalu saya juara tingkat nasional!”, protesku pada Bu Anin.
“Maaf Suci, Ibu tahu kemampuan kamu. Lagipula antara kamu dan kakak Kamu itu punya kemampuan yang hampir sama. Bahkan ibu lebih ingin kalian berdua ikut semua tapi di batasi dari sekolah hanya satu Qori dan satu Qori’ah. Padahal ibu juga yakin kalau kalian berdua ikut, insyaallah posisi kalian pun akan berada di dua teratas, kemarin ibu penjajakan di semua sekolah dan ibu sudah lihat pesrtanya. Tapi bagaimanapun ini sudah prosedur Suci, ibu lihat akhir-akhir ini kemampuan Bintang semakin baik, sudah beberapa lagu yang ia kuasai yang sebelumnya ibu ajarkan pada kamu dan kamu belum mampu, ibu harap kamu ngerti Suci!”, tutur Bu Anin panjang lebar padaku.
“Ah...!”, desahku kecewa dan aku langsung meninggalkan ruangan yang ku tempati.
* * *

Akhirnya ku relakan semua yang sudah di putuskan meski dengan berat. Ku pikir Kak Bintang akan ku berikan kesempatan, siapa tahu dia mau mendengarkan kata-kataku untuk tidak bersikap sok manis di depan Rizky. Tapi yang ku dengar justru celetuk teman-temanku yang memanaskan kupingku.
“Eh Suci, kamu kok gitu aja biarin Kakak tiri mu itu ngedeketin gebetan kamu, ah aku yakin nggak lama lagi lagi si Rizky itu bakal ninggalin kamu dan dia lebih milih kakak kamu itu, jujur sih dia emang lebih cantik dari kamu! Wah hati-hati aja ya Ci!”, Tegur Esha padaku saat di lihatnya Kak Bintang sedang asyik berdiskusi dengan Rizky.
“Eh, diem deh kamu nggak usah banyak bicara jangan sok tahu deh jadi orang!”, Marahku pada Esha yang berusaha memanas-manasiku itu.
“Ya udah, orang aku Cuma kasih saran aja kok buat kamu, lagian ini realita kok, terserah apa komentar kamu!”, jawab Esha meninggalkanku.
Sesaat setelah ku pikir, mungkin apa yang di ucapkan oleh Esha benar juga. Semua kenyataan yang ada sudah cukup menjadi bukti kalau kak Bintang memang punya niat jahat padaku, Sepertinya dia memang tak menginginkan kalau aku bisa lebih baik darinya dan dia harus tahu kalau aku tak akan membiarkannya begitu saja.
“Hey, Dhik Suci ayo pulang pasti nunggu aku kan? Maaf lama ya Dhek soalnya tadi Aku harus mempelajari banyak materi baru buat lomba! Nggak apa-apa kan?”, Tanya Kak Bintang yang melihatku masih berdiri di depan pintu gerbang. Dan tak ku jawab pertanyaannya yang penuh kepalsuan itu, ku hanya menatap wajahnya yang penuh kemunafikan itu dengan segenap emosi yang memuncak.
“Lho, Dhik Suci kenapa?”, tanyanya lagi seraya memegang pundakku.
“Lepas! Aku nggak mau di pegang sama tangan kamu yang kotor itu!”, jawabku memberontak dari pegangan kak Bintang.
“Ya Allah Dhek, kamu kenapa? Ada apa dengan kamu?”, Kak Bintang nampak penasaran denganku, tapi akau tahu semua itu hanya sandiwaranya, ah, dia memang munafik.
“Dasar Munafik! Kamu itu kotor, kamu nggak pantes bersembunyi di balik jilbab kamu, jangan kotori pakaian suci itu dengan kebusukan kamu!”, Marahku dengan nada tinggi pada kak Bintang.
“Ya Allah Dhek, aku nggak tahu ada apa ini? Coba jelaskan pasti ini semua Cuma salah paham, tolong Dhek!”, Rajuk kak Bintang padaku.
“Nggak usah sok nggak tahu deh! Dasar penjilat! Sekarang kamu puas, puas dengan semua yang udah kamu perbuat sama aku? Puas udah bikin aku susah! Dasar Nggak tahu diri!”, Aku semakin emosi melihat wajah kak Bintang yang seolah tak tahu apa-apa itu.
“Demi Allah dhek, aku nggak tahu ada apa ini. Aku nggak pernah lihat kamu semarah ini pada siapapun, apa semua ini benar-benar masalah besar, apa aku punya salah sama kamu, tolong Dhek kamu bilang biar aku bisa memperbaikinya!”, Kak Bintang mencoba menenankanku yang sudah semakin emosi.
“Oke, kalau kamu emang mau denger semua kebusukanmu lewat mulut aku, Kamu...Kamu Udah ngrebut Semua kebahagiaanku, kamu udah bikin aku kecewa, Seharusnya kamu itu sadar, kalau bukan karena Desakanku pada ayah dan Bunda untuk mengangkat kamu jadi kakakku, mungkin saja sekarang ini kamu masih jadi gembel, jadi pencopet kecil kaya dulu. Aku nggak nyangka selama 10 tahun ternyata kepribadian kamu belum berubah, kamu masih suka mengambil yang bukan hak kamu, dasar!”, tuturku pada kak Bintang dengan tetesan air mata beserta emosi yang dalam.
“Nggak Dhek, nggak ada yang mau aku rebut dari kamu...!”, kak Bintang mencoba menjelaskan.
“Kamu pikir apa yang kamu lakuin? Kamu udah bikin kedua orang tua ku lebih sayang sama kamu dengan menunjukan sikap sok manis kamu, sikap sok sayang kamu ke aku! Kamu udah ngrebut kesempatanku untuk bisa tunjukin ke semua orang kalau aku ini Qori’ah yang terbaik, kamu Udah ambil Rizky dari aku, kamu bikin dia menjauh dariku, lalu kamu dekati dia! , Apa itu belum cukup buat jadi bukti kalau kamu itu suka mengambil yang bukan hak kamu?”, Aku mencoba menahan tangis kecewaku tapi sulit.
“Nggak Dhek Suci semua itu nggak bener!”, Kak Bintang menangis melebihi tangisku.
“Jangan Bohong Deh, kamu emang nggak bisa menghargai aku, Kakak ingat kan, bagaiman besarnya pengorbananku, aku udah rela kamu Ngrasain kasih sayang orang tuaku sampai kasih sayang itu terbagi dua, tapi kamu malah ingin minta yang lebih. Aku udah rela ngasih apa yang aku punya biar semua itu juga jadi milik kamu, Semua… dan semua yang aku miliki udah aku kasih buat kamu, Hh…Aku Cuma minta, kamu jangan ambil yang ku punya tanpa bisa terbagi itu, tolong…Tolong kamu ijinkan aku bahagia sebagaimana bahagia yang udah aku kasih ke kamu! Kamu tega, kamu jahat, Dulu aku slalu berpikir kalau kamu itu kakak yang slalu bisa jadi teladan buat kau, tapi kenapa? Kenapa kamu nghancurin semua kepercayaanku!”, Aku tak bisa menahan kekesalan hatiku pada sosok yang berada di hadapanku kini. Meski ia menangis, tapi semua itu tak bisa menebus rasa sakit hatiku.
“Dhek Suci, aku sayang kamu, aku sayang banget sama kamu, aku selalu inget kamu itu malaikat buat aku, Dhek, aku nggak pernah tahu kalau ternyata kamu sangat jadi Qori’ah sekolah kita, Oke belum terlambat, Aku akan segera bilang sama Bu Anin buat ganti posisi aku buat kamu!”, Kak Bintang bergegas ingin berlalu dari hadapanku.
“Nggak perlu! udah males, aku udah nggak ada mood, kamu udah bikin aku hancur dan asal kamu tahu, udah nggak ada obat buat semua ini, sekarang aku Cuma minta satu, kamu jauhin Rizky, Jangan pernah larang Rizky buat ajak aku jalan! Cuma itu aja dan juga kamu harus bikin kamu kalah dalam lomba nanti, tunjukan ke semua orang kalau kamu nggak bisa lebih baik daripada aku!”, Tuturku pada Kak Bintang.
“Tapi Dhek, Maksud aku larang Rizky itu biar kamu nggak salah jalan, Biar kamu terhindar dari yang seharusnya nggak kamu perbuat, Aku juga udah ngomong sama Rizky supaya dia itu ngajarin kamu yang bener bukan ngajak maen atau jalan yang bakal ngebuat fitnah! Kalau soal lomba aku lebih seneng Mundur dan kamu yang maju, daripada aku harus mengwcewakan Bu Anin dan semua yang udah kasih aku amanah, aku ikhlas kok kalau aku harus mundur demi kamu”, Kak bintang mencoba menjelaskan kepadaku.
“Jangan sok amanah deh , jangan sok suci, bilang aja kamu emang nggak mau kelihatan lebih buruk daripada aku, Oh Ya pantes aja sekarang Rizky kaya menghindar dari aku, rupanya kamu udah ngrasukin pikirannya! kamu itu jahat, Hh…kamu nggak usah cari-cari alasan, bilang aja kamu pingin kasih sayang ayah bunda seutuhnya tanpa aku, kamu juga pingin kelihatan baik di depan semua orang dibanding aku, kamu juga pingin Punya risky, Hh…aku benci kamu! Aku benci, mulai sekarang jangan pernah anggep aku adik kamu, Mulai sekarang udah nggak ada hubungan apa-apa di antara kita! Permisi!”, Ucapku meninggalkan kak Bintang yang Nampak menangis itu.
* * *
Sehari, seminggu, sebulan bahkan berbulan-bulan sampai berganti tahun aku belum bisa memaafkan Kak Bintang. Apalagi setelah kak Bintang Dan Rizky pada lomba Qori – qori’ah secara serempak dengan sama-sama menjadi juara 1, semakin ramai gossip beredar mengenai kak Bintang yang di kabarkan udah jadian sama Rizky, Apalagi beberapa minggu yang lalu Rizky yang dulu memang pacaran dengan aku memintaku untuk mengubah hubungan kita gar hanya sebatas menjadi teman saja, Rizky bilang, dia sadar kalau hubungan yang di jalaninya dengan ku adalah hal yang salah katanya dia tajut terjerumus ke dalam dosa, dia takut melanggar syariat agama, bla…bla…dan bla…bla…panjang lebar alasanya yang sebagian besar sama dengan alasan Kak Bintang melarangku menjalin hunbungan dekat dengan Rizky.Tapi aku tak yakin dengan semua yang di ucapkan oleh Rizky, paling itu alasannya untuk bisa menggantikan posisiku dengan kak Bintang yang memang jauh lebih cantik, lebih pandai, lebih lembut dan lebih di puji-puji oleh orang-orang. Dari hal itu Aku sudah tak bisa memaafkan mereka lagi walau dengan cara apapun.
Siang ini ada uji akhir praktikum kimia untuk UAS praktek di laboratorium, ku lihat kak Bintang dan Rizky tampak asyik mendiskusikan praktikum yang mereka dapatkan. Hatiku panas, sepanas udara yang terpendar siang ini. Lagi-lagi untuk ke sekian kalinya kak Bintang dan Rizky membuatku sedih dan menangis. Ku coba meredam emosi yang ada dalam diriku, tapi semuanya sia-sia, semakin ku coba untuk memadamkannya semua justru terasa semakin membara. Sampai akhirnya aku sudah tak dapat mengekang rasa marah dalam diriku, Ku dekati Kak Bintang dan ku layangkan telapak tanganku sampai mendarat di pipi kak Bintang.
“Ya Allah Suci ada apa?”, Kak Bintang Nampak sangat kaget begitupun Rizky.
“Kalian itu kenapa selalu nyakitin perasaan aku? Kamu Kak Bintang kenapa harus pura-pura bilang kalau aku bakal dosa kalau jalan sama Rizky, sekarang lihat kelakuan kakak sendiri!”, tuturku penuh emosi.
“Ya Allah Ci, kamu itu Cuma salah paham, aku dan Bintang sedang membicarakan tugas dari pak Darmaji, kebetulan aku dan Bintang satu kelompok, jadi nggak ada salahnya kan Ci, lagipula di sini banyak orang nggak mungkin sampai terjadi sesuatu yang menimbulkan fitnah!”, Rizky mencoba ikut menjelaskan.
“Udah deh Ky, kamu itu sama munafiknya seperti kak Bintang!”
“Rizky sekarang kamu keluar aja lagian ini udah istirahat, yang lain udah pada keluar, nggak enak kalau di sini ada aku dan Suci trus ada kamu. biar aku yang jelasin sama Suci kalau semua ini memang Cuma salah paham!”, Tutur kak Bintang pada Rizky.
“Ya udah deh, aku juga harap kalian bisa dekat seperti dulu lagi!”, ucap Rizky meninggalkan ku dan Kak Bintang.
“Kak, nggak usah sok manis lagi deh aku muak!”
“Suci, tolong dengarkan kakak, kakak mau bicara semua kebenarannya!”
“Nggak ada yang perlu di jelasin!”
“kamu harus tahu kalau ini Cuma salah paham Ci!”
“nggak ada yang salah, sekali lagi kamu sama Rizky itu sama-sama munafiknya!”, kataku dengan nada keras seraya ku dorong kak Bintang hingga meja yang berisi gelas-gelas dan tabung reaksi lengkap dengan isinya di samping kak Bintang roboh, seketika semua menjadi kacau kemudian dengan cepat dan pasti bara api memenuhi ruangan yang hanya ada aku dan kak Bintang itu.Aku masih sempat mendengarkan teriakan teriak histeris dari luar ruangan setelah sesaat kemuadian rasa sakit sekali aku rasakan dan semuanya berubah menjadi gelap, jauh dari pandanganku, semua hanya gelap. Tak ada yang dapat ku pikirkan, semuanya maya. Mataku tak mampu terbuka. Lama dan lama sekali, aku tak tahu ada apa dengan diriku. Entahlah.
Lama sekali, akhirnya aku sadar dan menatap kembali yang ada di hadapanku.
“Ayah...Yah, Suci sudah sadar!”, ku dengar pertama kali suara Ibu di sampingku. “Alhamdulillah Suci setelah satu minggu akhirnya kamu sadar !” , lanjut Ibu lagi.
“Bu...Ibu ada api...Api...Ada Api Bu!”, aku segera mencoba bangun dan aku merasa sangat ketakutan sekali.
“Sudah nak, sudah ini ada ibu ada ayah! Kamu selamat sayang!”, Ucap ayah mendekatiku.
“Kak Bintang? Mana Kak Bintang?”, aku teringat perlahan. “Lho kok Ibu sama ayah sedih gitu ada apa?” lanjutku heran.
“Nak, ayah sama ibu sudah tahu masalah kamu sama Bintang, Rizky udah cerita semuanya, Kamu sudah salah besar sama kakakmu nak, kakakmu itu sayang sekali sama kamu, dia itu kakak yang baik, dia nggak seperti yang kamu pikir. Seminggu yang lalu waktu kecelakaan di sekolah kamu, Bintang yang sudah menyelamatkan kamu, sampai penyakit asma nya merenggut nyawanya, dia mengorbankan nyawanya untuk mu nak!”, Tutur ayah menahan tangisnya sementara ibu menangis tak mampu menahan air matanya.
“Nggak…nggak, ayah pasti bohong, nggak mungkin kalau kak Bintang udah nggak ada!”, Aku tak mampu menahan tangisku yang juga ikut terurai antara rasa percaya dan tak percaya.
“Sudah nak, sudah, ini yang sudah terjadi, yang penting kamu bisa mengambil hikmah dari semua ini, kamu harus jadi lebih dewasa!”, kata Ibu.
Aku ada dalam rasa penyesalan terdalam. Tak mampu aku berhenti menyalahkan diriku atas semua kejadian yang terjadi, kalau saja aku lebih dewasa semua tak akan seperti ini. Sekarang saat aku tahu dan sadar kesalahanku kak Bintang udah nggak ada, apakah tangisku bisa menebus semua salahku? Ku harap kak Bintang melihatku dan aku ingin minta maaf, aku juga janji kak Bintang aku akan jadi Suci yang lebih dewasa sepertimu.
Kak Bintang aku tahu sekarang, semua yang kamu lakukan itu tak ada niat untuk menyakitiku, justru kakak membimbingku, ya kak Bintang aku akan jadi Suci seperti sosok kak Bintang, yang shalihah ,dewasa, lembut dan selalu menjaga pandangan. Aku akan berubah!.

* * *

“Suci sayang, ini sudah malam kok belum tidur malah nglamun!”, tiba-tiba ayah menyadarkan lamunanku atas kejadian 7 tahun yang lalu
“Eh ayah, udah selesai ngajinya?”, jawabku seraya menghapus air mataku yang berlinangan.
“Udah nak, kamu mikirin apa, kok nangis?”, ayah menatapku heran.
“Nggak ayah! Suci, suci Cuma ingat kak Bintang, besok, Suci akan menikah, coba aja kak Bintang masih ada! Kak Bintang pasti hh...........!”, aku kehabisan kata-kata.
“Sudah nak, jangan berlarut-larut yang terpenting kamu berdoa buat kak Bintang, pasti di sana kak Bintang tersenyum, Suci yang dulu bandel sekarang udah lulus dari Al-azhar, trus udah jadi Qori’ah internasional sekaligus dosen yang cerdas dan tentunya jadi anak yang berbakti serta shalihah, ayah bangga nak, apalagi kak Bintang! Ya udah sekarang cepat tidur sana, kamu harus banyak istirahat, jangan sampai sakit, calon pengantin kok sedih gitu?”, tutur ayah sambil mencoba menghiburku.
“Ah... ayah paling bisa bikin Suci tersenyum, ya sudah Suci tidur dulu ya Yah! Assalamualaikum!”
“Walaikum salam!”


Hari ini, mentari tersenyum malu. Kuncup bunga mulai mekar, semburat warna bahagia terlukis di angkasa memberi indah akan pandangan terhadapnya. Harpku tlah menjdi nyata. Lantunan doa manis terlantun bersama indah cinta kasih-Nya. Langit tlah menemukan cakrawala, hari ini dua hati terlengkung melukis pelangi atas cinta karena-Nya. Aku dan Rizky akan bersatu dalam ikatan suci pernikahan dengan cinta hanya karena-Nya. Dia, Dzat yang maha kuasa, telah mempertemukan kami sebagaimana telah Dia takdirkan setelah 7 tahun lamanya tiada perjumpaan. Arti kasih, pengorbanan dan kebesaran-Nya telah menjadi satu membingkis makna. Yang redup, kini tlah bersinar. Yang padam tlah terpancar, yang kelam tlah membuncahkan warna, Yang ada dalam angan telah menjadi nyata. Semua bermula dari terangnya sepercik cahya terpendam, yakni terangnya bintang yang sempat menyinari alamnya, yang tlah membingkis kasih tanpa muara. Meski kini cahya itu telah pergi, kembali ke asalnya akan Sang Khaliq, menutup sejarah hidupnya, meninggalkan ribuan cinta tanpa harap akan balasnya. Tapi bagiku dialah bintang dari surga, yang sempat di utus sang Rabb untuk mewarnai hidupku. Dialah bintang paling terang. Dialah Bintang dari Surga. Semoga Yang Kuasa memuliakan tempat Kak Bintang berada
* * *